Kamis, 28 April 2016

Keindahan Curug Benowo dan Curug Lawe di Kaki Gunung Ungaran Jawa Tengah


Kota Ungaran, masih termasuk dalam wilayah kabupaten Semarang adalah sebuah kota yang mungkin sebagian orang hanya sebagai kota lintas yang akan atau sesudah dari kota Semarang. Jangan salah, Kota Ungaran memiliki banyak destinasi wisata yang tak kalah indah dari kota-kota lain disekitarnya. Karena terdapat banyak perbukitan dan gunung disana, destinasi pegunungan merupakan salah satu destinasi yang ditonjolkan. Selain candi Gedong songo dan Umbul Sidomukti, Ungaran mempunyai destinasi wisata yang terpendam dan keindahanya sayang kalau dilewatkan. Curug Lawe dan Curug Benowo menjadi pelengkap keindahan destinasi wisata Kota Ungaran saat ini.
Obyek Wisata
Curug Lawe dan Curug Benowo yang masih satu kawasan Gunung Ungaran Kabupaten Semarang. Curug ini berada di tengah-tengah curug lawe ungaran jawa tengahperkebunan cengkeh, dilereng pegunungan dan di dalam hutan yang masih terjaga keasliannya. Kedua curug ini merupakan hulu dari kali banjir kanal timur atau Kali Garang Di Semarang. Nama Curug Lawe diambil karena konon jumlah air terjun yang ada baik dari yang besar hingga yang terkecil berjumlah 25 buah, dalam bahasa jawa “selawe”.
Perlu sedikit perjuangan untuk sampai ke tempat ini. Dari pos pintu masuk, pemjungung akan diajak untuk berjalan melewati trek-trek pegunungan yang naik turun. Tetapi dalam perjalanan yang sebagian orang menganggap cukup melelahkan, disepanjang perjalanan pengunjung akan disuguhkan pemandangan perpaduan warna hijau daun dan coklat kayu yang basah. Perpaduan tersebut membuat suasana menjadi segar walau kadang terik matahari menyengat menembus diantara dedaunan. Sebagai rute awal, pengunjung akan menyusuri sungai irigasi buatan dan berbatasan dengan jurang yang menjadi jalur air bersih mengaliri sawah-sawah diarea tersebut. Setelah menyusuri sungai irigasi, pengunjung akancurug benowo ungaran jawa tengahmelewati sebuah jembatan besi yang juga berfungsi sebagai jembatan air irigasi yang berada dibawahnya. Jangan lupa untuk berfoto di jembatan ini, karena pemandangan jembatan ini sangat mengagumkan. Setelah dari jembatan, pengunjung akan menemukan percabangan jalan yang menunjuk ke arah Curug Benowo dan Curug Lawe. Biasanya pengunjung lebih dahulu memilih untuk ke Curug Benowo, tidak tahu alasanya kenapa. Dari percabangan akan menembuh perjalanan sekitar 1 jam dengan melewati beberapa tanjakan, jembatan kayu dan sungai yang airnya begitu menggoda untuk kita segera menceburkan diri. Dari kejauhan searah dengan sungai, Curug Benowo akan nampak indahnya dengan derasnya air yang jatuh dari atas.
Setelah puas menikmati keindahan dan berbasah-basahan di Curug Benowo. Perjalanan berlanjut ke Curug Lawe. Dengan menempuh sekitar 30 menit atau sekitar 1 km melewati rute tanpa harus kembali ke percabangan jalan tadi. Rute yang dilewati berupa jalan setapak berpasir yang basah dan menyusuri sungai yang dangkal. Sepanjang sungai yang dipenuhi dengan batang kayu yang hanyut menambah kesan kealamian. Setelah melewati sungai, suara gemericik Air Terjun Curug Lawe terdengar pertanda tidak jauh lagi sampai dengan Curug Lawe.jalan cabang curug lawe ungaran jawa tengah
Keindahan Curug Lawe sangatlah mempesona. Air Terjun utama yang cukup tinggi dan sekitarnya terdapat air terjun yang berukuran lebih kecil nampak segar dimata. Curug Lawe berada di tebing bebatuan yang melingkar dan semua dinding batu dilintasi oleh air terjun nampak seperti dekorasi alam yang eksotik. Disekitar sunagi dibawahnya berserakan kayu dari pepohonan yang mati terbawa oleh air terjun. Jadi walaupun baru bersenang-senang dibawah air terjun, harus tetap waspada.
Lokasi
Curug Benowo dan Curug Lawe berlokasi di kawasan Gunung Ungaran yang secara administratif terletak di Gunung Pati, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah
Akses
Berjarak 12 km dari kota Semarang atau 7 km dari kota Ungaran. Dari Ungaran (alun-alun) mengambil arah ke Mapagan melalui jalan tembus arah ke Boja. Sesampainya di Boja ambil belokan ke kiri di desa Sumur Gunung. Selanjutnya dari pertigaan Sumur Gunung tersebut diteruskan ke arah selatan hingga perkebunan cengkeh zanzibar sekitar 3 kilometera dengan kondisi jalan menanjak. Sesampai di perkebunan ini bagi yang membawa kendaraan dapat memarkirkan kendaraannya di dekat geust house.
Fasilitas dan Akomodasi
Fasilitas di area curug masih terbilang minim, hanya ada satu toilet. Disarankan mempersiapkan bekal dan keperluan pribadi selama berkunjung ke area curug, karena tidak terdapat warung makanan. Untuk masalah penginapan bisa mencari di Kota Ungaran.

Jalur Pendakian Gunung Ungaran



Gunung Ungaran terletak di sebelah Selatan - Barat Daya kota Semarang dengan jarak sekitar 40 Km, tepatnya berada di kabupaten Semarang. Gunung Ungaran termasuk gunung berapi. Gunung ini terdiri dari tiga buah gunung yakni Gn. Gendol, Gn.Botak, dan Gn. Ungaran. Puncak tertinggi Gn. Ungaran memiliki ketinggian 2.050 mdpl.

Gunung Ungaran ini memiliki tiga jalur pendakian sampai puncak yakni jalur candi Gedung Songo, jalur Jimbaran, dan jalur Medini. Dari tiga jalur tersebut yang sering di lewati pendaki yakni jalur candi Gedung Songo dan jalur Jimbaran.

Untuk menuju puncak Gunung Ungaran ini dibutuhkan waktu sekitar 5 jam dari candi Gedung Songo, atau sekitar 8 jam dari Jimbaran. Gunung ini dapat didaki dari Jimbaran - Ungaran, atau dari Taman Wisata Candi Gedung Songo - Ambarawa. Bagi para penggiat alam bebas dari Jawa Barat atau Jawa Timur bisa menggunakan transportasi darat kereta api, dari jawa barat naik kereta api Tawang Jaya dari stasiun Senen Jakarta menuju stasiun Poncol - Semarang. Jawa Timur naik kereta api dari stasiun pasar turi menuju Poncol Semarang. Sesampainya di stasiun poncol ini kita naik bus kota menuju terminal Terboyo, dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Bandungan.

Gunung Ungaran memiliki ketinggian 2050 mdpl, kondisi alamnya masih diselimuti hutan lebat dan banyak terdapat tempat-tempat wisata, maupun tempat-tempat keramat yang sangat menarik untuk dikunjungi. Panorama di puncak Gunung Ungaran kita bias menyaksikan Gunung Merbabu yang sangat kokoh dan besar saat di lihat di atas puncak Gunung Ungaran.
  • Transportasi
    • Dari termina Terboyo cari bus jurusan bandungan turun di pasar jimbaran Rp.10.000,- perjalanan kurang lebih 45 menit.
    • Ojek dari pasar jimbaran ke Pos pendakian I Mawar Rp.15.000,-
  • Pendakian Jalur Jimbaran
Sampai Pos Mawar perjalanan dilanjutkan kembali dengan trekking menuju Pos II atau Pos Bayangan. Dari Pos Mawar kita dapat melihat Gunung Merbabu dan Gunung Telomoyo. Kita manfaatkan semaksimal mungkin suasana panorama menawan ini dengan mendokumentasikan setiap momen bagus.

Awal perjalanan kita memulai kawasan hutan ciri khas pegunungan dengan vegetasi yang sedikit tertutup sehingga udara cukup sejuk. Medan kemudian mulai menanjak dan vegetasi mulai terbuka, sehingga pada saat cuaca kemarau medan ini menjadi berdebu. Perjalanan di lanjutkan dengan medan yang mulai memasuki kawasan hutan kembali dengan banyak pepohonan sehingga suasana menjadi sejuk, ditengah perjalanan kami melewati sungai dan terdapat air terjun kecil sehingga suasana menjadi sejuk. Suara air dan angin semilir begitu sejuk dan damai dengan suasana tempat yang masih tertutup dengan pohon-pohon besar gunung Ungaran.

Dari air terjun perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kea rah kanan dengan track yang menanjak dan kembali agak landai. Melintasi kawasan hutan sejauh 1 km akan mengantarkan kita ke perkebunan Sikendil. Di lokasi perkebunan kopi ini terdapat pondok dan bak penampungan air yang menyerupai kolam renang.

Terdapat percabangan jalan, kekiri adalah menuju puncak sedang lurus adalah jalur menuju Babadan, Ungaran. Jalan agak menanjak hingga kemudian mendatar untuk menuju pertigaan yang merupakan jalur ke puncak. Di ujung jalan datar, kita sampai dipertigaan si kendil, sebuah percabangan di perbatasan antara kebun kopi

DUSUN PROMASAN
Untuk menuju puncak kita ambil jalur kekiri, namun sebaiknya kita beristirahat dulu di Dusun Promasan turun kearah kanan yang juga merupakan jalur pendakian dari arah Boja Kendal. Dusun Promasan terletak di tengah perkebunan teh dengan jumlah rumah hanya sekitar 25 rumah.

Pemandangan puncak Gunung Ungaran dari lokasi ini sangat luar biasa indahnya. Pendaki biasanya menginap di rumah Biyung namun tidak menjual makanan, untuk makan harus memasak sendiri. Sementara di rumah bapak ketua RT menyediakan warung makan serta perlengkapan lainnya. Kalau mau membuka tenda terdapat lapangan yang cukup luas di dekat kamar mandi umum.

Terdapat Gua Jepang di tengah-tengah perkebunan teh. Gua ini dibangun pada masa pendudukan Jepang dan merupakan tempat persembunyian tentara Jepang ketika Perang Dunia ke II. Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat ruangan-ruangan di sisi kiri dan kanan lorong. Gua ini memiliki 3 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara. Untuk memasuki gua harus menggunakan lampu senter, dan bila hujan air bisa masuk gua sehingga menjadi licin.

Selain Gua Jepang tempat menarik lainnya berupa Candi Promasan yang berupa kamar mandi umum terbuka yang berhiaskan patung-patung sederhana. Konon dengan mandi di tempat ini akan membuat kita awet muda.

MENUJU PUNCAK GN.UNGARAN
Dari dusun Promasan pendakian dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak di tengah-tengah perkebunan teh. Di ujung perkebunan teh kita akan menemui hutan yang tidak begitu lebat dengan lamtoro gunung dan cemara menghiasinya. Selanjutnya kita akan menemukan pertemuan jalur, ambillah jalur lurus karena jalur kiri merupakan jalur dari pertigaan. Apabila kita tidak turun ke Desa Promasan tetapi langsung kepuncak dari pertigaan, ketika menemui percabangan ini ambillah jalur kekiri. Jarak tempuh normal dari pertigaan dan desa promasan menuju puncak adalah 2 jam dengan medan yang berat, penuh batu-batu, dan tak jarang kita harus memanjat batu-batu yang tingginya 1 meteran.

Setengah perjalanan atau sekitar 1 jam berjalan, kita akan menemui tebing-tebing batu yang berketinggian sekitar 20 meter dan dihiasi oleh padang sabana dengan pepohonan yang jarang. Daerah ini di siang hari sangat panas dan berangin kencang karena tidak adanya pohon-pohon pelindung yang tumbuh, kebanyakan hanya alang-alang yang dapat kita temui di sini hingga puncak.

Disarankan agar mendaki ke puncak saat malam atau pagi-pagi sekali, selain untuk menghemat air minum juga agar terhindar dari terik matahari yang dapat membakar kulit. Jalur disini menuntut kewaspadaan yang tinggi, karena kita melewati punggungan yang terjal berbatu besar serta licin. Kita menempuh jalan setapak yang mengitari tebing-tebing.

Apabila anda sudah mencapai hutan kecil yang diapit oleh 2 punggungan berarti puncak gunung Ungaran sudah dekat. Di atas hutan kita dapat menemui tebing terjal, jalan setapak dengan menyusuri bagian tengah tebing menuju arah kiri kemudian berbelok ke kanan dan akhirnya sampailah ke puncak Ungaran yang berketinggian 2050 mdpl dan dihiasi oleh sebuah tugu yang dibangun oleh batalyon militer dari Semarang. Dari puncak Gn. Ungaran kita dapat melihat Gn. Sumbing, Gn. Sundoro di sebelah barat daya.

TURUN KE CANDI GEDONG SONGO
Menuruni Gunung Ungaran melewati jalur Candi Gedong Songo menjadi pilihan yang menarik. Dengan melintasi kawasan hutan yang cukup lebat serta jalan yang licin bila turun hujan, pendaki dituntut untuk tetap waspada karena banyak jalur percabangan yang akan membawa pendaki ke jurang atau ke jalur pendakian lainnya.Jalur yang panjang dan agak landai sering kali juga harus menuruni tanjakan-tanjakan yang sangat terjal memberikan nuansa yang berbeda dalam pendakian ke gunung Ungaran.

Mendaki dan menuruni gunung ungaran bila dilakukan di siang hari ada keunikan tersendiri, kita dapat menikmati suasana hutan yang cukup lebat dengan dihiasi tebing-tebing curam puncak-puncak gunung Ungaran. Terutama ketika kita berada di lembah yang di apit oleh dua puncak.

Setelah berjalan sekitar 3 jam melintasi track yang berselang-seling anatara landai dan terjal di tengah hutan yang cukup lebat, jalur menjadi terbuka melintasi padang rumput. Di siang hari terasa sangat panas dan di musim kemarau banyak debu sehingga harus menjaga jarak dengan pendaki di depannya karena debu yang dibuat oleh langkah kaki pendaki di depannya. Meskipun demikian kita akan disuguhi pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Merbabu dan Rawa Pening di sepanjang perjalanan.Sedangkan di sebelah tenggara, kita melihat Gn. Telomoyo, Gn. Merbabu, dan Gn. Merapi


Sumber bisa langsung baca di link berikut http://www.catatanhariankeong.com/2013/03/jalur-pendakian-gunung-ungaran.html#ixzz477LXprLV

Senin, 15 Februari 2016

Keanehan Jejak Kaki Macan di Tembalang Semarang

Ini kisah desa di tepian Kota Semarang.
Keanehan Jejak Kaki Macan di Tembalang Semarang
Desa Kramas Tembalang Semarang adalah sebuah desa yang terletak di pinggiran kota Semarang. Perkampungan yang dekat dengan kampus Undip di Tembalang ini banyak kontrakan mahasiswa tersebar. Selain itu juga banyak perumahan mewah dengan harga ratusan juta.

Di sudut desa Kramas, di sebuah kebun terdapat jurang yang cukup curam. Di bawah jurang terdapat semak belukar dan pepohonan yang rimbun. Jalan akses masuk sangat curam sehingga jarang dimasuki orang sampai sekarang. Lokasi ke tebing jurang juga sulit dijangkau karena rimbun, melewati kebun yang cukup luas.

Beberapa tahun lalu, warga desa Kramas pernah digegerkan karena ditemukan jejak kaki binatang buas seperti macan atau harimau. Jejak kaki itu menyusur dari pinggir kebun sampai ke tepi jurang.

“Saya sempat melihat jejak kaki itu ,saya ikuti lenyap di tepi jurang,” ujar Gunarso (40), warga Kramas menceritakan kejadian menggemparkan itu.

Saat ditemukan jejak itu, beberapa hari warga tidak berani keluar rumah karena ketakutan. Mereka tidak menduga bahwa masih ada macan yang hidup di desa yang banyak dihuni warga itu. Padahal penampakan terakhir macan itu sekitar tahun 1995-1998.

Jejak kaki macan itu mengingatkan warga kejadian sekitar tahun 1990-an. Saat itu ada warga yang nekat turun ke jurang ingin mengetahui kondisinya. Ternyata dia menemukan anak macan lalu di bawa ke rumahnya.

Malam harinya terjadi kehebohan, induk macan itu berkeliaran dari ujung desa ke ujung desa. Suara geramannya yang keras membuat warga ketakutan. Dengusannya jelas terdengar dari rumah warga yang berdinding papan. Induk macam itu berkeliling mencari anaknya yang dibawa warga.

Sesampai di dekat rumah orang yang menyimpan anak macan itu, induk macan mengaum keras, kakinya menggaruk-garuk dinding rumah berkali-kali menimbulkan suara berisik. Semalamana macan itu menteror pemilik rumah,  menggeram-geram di samping rumah.

Pemilik rumah pun menggigil ketakutan tak berani mengintip keluar rumah. Akhirnya keesokan paginya, buru-buru anak macan itu dikembalikan ke dalam jurang. Setelah itu gangguan macan tak muncul lagi. Suasana kembali tenang.

Bertahun-tahun tak terdengar kabar tentang macan itu lalu muncul lagi jejak kaki macan beberapa tahun lalu.

“Mungkin macan itu masih hidup di bawah jurang, soalnya tidak ada yang berani mengecek ke bawah. Misalnya masih hidup menjadi unik dan aneh ada macan di kota, biasanya kan di gunung atau hutan,” ujar Gunarso.

Di Wikipedia disebutkan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah satu subspesies dari macan tutul jawa yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan konservasi pulau jawa. Macan tutul ini memiliki dua variasi warna kulit yaitu berwarna terang (oranye) dan hitam (macan kumbang).

Dibandingkan dengan macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran paling kecil, dan mempunyai indera penglihatan dan penciuman yang tajam. Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang yang hitam mengilap, dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya terlihat di bawah cahaya terang.

Bulu hitam Macan Kumbang sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan gelap. Macan Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan. Macan tutul merupakan satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa. 

Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/625644-keanehan-jejak-kaki-macan-di-tembalang-semarang

BADAK JAWA

Nama Latin: (Rhinoceros sondaicus sondaicus)
  
 © WWF-Indonesia/Balai TNUK
Induk badak dan anak jantannya.

Badak Jawa merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa. Populasi badak Jawa di Vietnam telah dinyatakan punah.

Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak 1992.

Deskripsi Fisik
  • Cula kecil dengan panjang sekitar 25 cm untuk badak jantan sementara badak betina hanya memiliki cula kecil atau tidak sama sekali.
  • Berat badan antara 900 – 2.300 kg, dengan panjang badan 2 – 4 meter dan tinggi 1.7 meter.
  • Berwarna abu-abu dengan tekstur kulit yang tidak rata dan berbintik.
  • Badak jantan mencapai fase dewasa setelah 10 tahun, sementara betina pada usia 5 sampai 7 tahun dengan masa mengandung selama 15 – 16 bulan.
  • Bagian atas bibirnya meruncing untuk mempermudah mengambil daun dan ranting.

Ekologi dan HabitatBadak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat, diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon.

Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, yang didukung oleh WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil dengan angka maksimum pertumbuhan populasi 1% per tahun.


Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran wilayah jelajah dan kondisi habitat, Ujung Kulon diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak. Hanya saja, populasi yang stagnan menandakan batas daya dukung sudah dicapai. Karena alasan tersebut serta upaya preventif menghindarkan populasi badak dari ancaman penyakit dan bencana alam, para ahli merekomendasikan adanya habitat kedua bagi Badak Jawa. Beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah: Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun – Salak, Cagar Alam Sancang dan Cikepuh.

AncamanSudah tidak ditemukan kasus perburuan liar badak Jawa sejak tahun 1990-an karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional yang diiringin dengan inisiatif-inisiatif seperti Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU) serta patroli pantai.

Ancaman terbesar bagi populasi badak Jawa adalah:
  • Berkurangnya keragaman genetis
    Populasi badak Jawa yang sedikit menyebabkan rendahnya keragaman genetis. Hal ini dapat memperlemah kemampuan spesies ini dalam menghadapi wabah penyakit atau bencana alam (erupsi gunung berapi dan gempa).
  • Degradasi dan hilangnya habitat
    Ancaman lain bagi populasi badak Jawa adalah meningkatnya kebutuhan lahan sebagai akibat langsung pertumbuhan populasi manusia. Pembukaan hutan untuk pertanian dan penebangan kayu komersial mulai bermunculan di sekitar dan di dalam kawasan lindung tempat spesies ini hidup.

Upaya yang dilakukan WWF untuk perlindungan Badak JawaWWF dan mitra kerjanya membantu petugas Balai Taman Nasional memonitor badak melalui kamera trap dan analisis DNA dari sampel kotoran. Sejak pertama kali dimulai pada 2001, empat belas kelahiran badak berhasil di dokumentasikan oleh kamera dan video jebak yang dioperasikan WWF bersama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon.

Sejak Februari 2011, pengelolaan kamera dan video jebak secara penuh dilakukan oleh Balai Taman Nasional, sementara WWF memfokuskan kegiatanya pada observasi perilaku, pola makan, serta penelitian mengenai resiko dan ancaman wabah penyakit.

Observasi terhadap pola prilaku badak dapat memberikan informasi mengenai interaksi badak dengan lingkungan sekitarnya, data-data fisiologis (misalnya tingkat respirasi) yang mengindikasikan tingkat stress dan kondisi tiap individu badak. Saat ini WWF bekerja dengan Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional dan masyarakat lokal untuk mengkaji kemungkinan pembuatan habitat kedua dan translokasi badak –yang telah diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi kesehatan dan fertilitas-nya) untuk menginisiasi populasi baru sambil tetap melindungi populasi aslinya di Taman Nasional Ujung Kulon.

 
 © WWF-Indonesia

Sumber: WWF

HILANGNYA ELANG JAWA DI HABITAT ASLI

      Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005 di sekitar Air Tiga Rasa di Gunung Muria Jawa Tengah. 
     Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali. Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam. Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya. 

ElangJawa (Spizaetus bartelsi)
     Sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara. Elang Jawa Terbang Elang Jawa terbang Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak pestisida.

     Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun. Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis. UPDATE Nama latin untuk elang jawa kini resminya telah berganti dari Spizaetus bartelsi menjadi Nisaetus bartelsi. Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Falconiformes; Famili: Accipitridae; Genus: Nisaetus; Spesies: Nisaetus bartelsi. Nama latin: Nisaetus bartelsi. Sinonim: Spizaetus bartelsi.

Menengok Taman Nasional Ujung Kulon, Sisa Hutan Hujan Tropis di Pulau Jawa

Jakarta - Taman Nasional Ujung Kulon merupakan cagar alam yang menyimpan banyak keanekaragaman flora dan fauna. Terletak di kawasan paling barat pulau Jawa, Ujung Kulon juga dikenal sebagai habitat alami badak jawa yang saat ini dikenal sebagai satu dari 10 satwa yang sedang diambang kepunahan.


Taman Nasional Ujung Kulon merupakan sebuah kawasan hutan lindung dengan luas 122.956 hektar yang termasuk ke dalam wilayah privinsi Banten. Dari 122 ribuan kawasan Ujung Kulon, 32 ribu hektar merupakan habitat tetap badak jawa.


Selain menjadi habitat bagi badak jawa, Ujung Kulon merupakan hutan hujan tropis yang masih tersisa di Pulau Jawa. Ujung Kulon saat ini juga dikenal sebagai situs warisan alam dunia oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO).


Berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di sebelah selatan, bukan tak mungkin kawasan tersebut suatu saat nanti dapat menjadi sebuah objek wisata bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam habitat alami hewan bercula satu tersebut. Saat ini hanya peneliti atau pengunjung dengan izin khusus yang bisa masuk.


Namun, apabila melihat peta di sebelah barat Ujung Kulon terdapat sebuah pulau yang bernama Pulau Peucang. Pulau tersebut saat ini yang sedang dikembangkan untuk menarik para wisatawan regional maupun internasional untuk berkunjung ke Ujung Kulon. 


Kembali ke TN Ujung Kulon, kawasan konservasi ini merupakan habitat badak Jawa dan salah satu spesies yang terancam punah. Saat ini populasi badak Jawa di seluruh dunia hanya 60 ekor dan hanya terdapat di Ujung Kulon. Oleh karena itu, saat ini Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai misi menjadi breeding stock (sumber makanan) serta tempat tinggal bagi badak jawa.


Sejak tahun 1967, konservasi serta penelitian untuk perlindungan badak jawa telah dilakukan oleh peneliti serta pemerhati lingkungan di kawasan Ujung Kulon. Beberapa hal yang telah dilakukan adalah memasang 120 video trap di setiap pohon di kawasan Ujung Kulon untuk mengamati gerak gerik serta keseharian badak jawa untuk meneliti gaya hidup mereka.


Selain itu untuk mengantisipasi berkurangnya habitat saat ini pengelola taman nasional yang dibantu oleh NGO lingkungan seperti World Wildlife Fund (WWF), juga berencana untuk mencari second habitat bagi satwa ini. Sekitar 5 ribu hektar lahan baru di beberapa titik cagar alam serta hutan lindung di Banten sedang diteliti dan disurvei oleh para ahli untuk menemukan habitat baru bagi hewan ini.



Menengok Taman Nasional Ujung Kulon, Sisa Hutan Hujan Tropis di Pulau Jawa


Menengok Taman Nasional Ujung Kulon, Sisa Hutan Hujan Tropis di Pulau Jawa

Menengok Taman Nasional Ujung Kulon, Sisa Hutan Hujan Tropis di Pulau Jawa

SISA HUTAN YANG ADA DI INDONESIA

Google Earth Tunjukkan Wajah Menyedihkan Hutan Indonesia
Menurut peta itu, Indonesia punya kenaikan laju deforestasi terbesar di dunia.

Peta sisa tutupan hutan Indonesia via Google Earth, sebagaimana diteliti oleh University of Maryland. (Google Earth)

Peta resolusi tinggi tentang hilang dan bertambahnya lahan hutan di dunia telah dibuat oleh Google Earth. Peta interaktif tersebut tersedia untuk publik dan bisa diperbesar hingga resolusi yang sangat mengagumkan, 30 meter.

Peta Google Earth menyuguhkan perubahan pada tajuk hutan selama 2000 hingga 2012 berdasarkan 650.000 citra yang ditangkap oleh satelit Landsat 7. Selama periode itu, peta mengungkap bahwa Bumi kehilangan hutan sebesar wilayah Mongolia, atau 6 kali luas wilayah Inggris.

Tercatat, total kehilangan lahan hutan di Bumi adalah 2,3 miliar kilometer persegi. Lahan hutan hilang karena pembabatan, api, badai, serta penyakit.

"Ini adalah peta pertama perubahan hutan yang konsisten secara global dan revelan secara lokal," kata Matthews Hansen, pimpinan proyek pengembangan peta, dari University of Maryland.

"Sesuatu yang harus dilakukan selama 15 tahun dengan satu komputer bisa diselesaikan selama beberapa hari dengan komputasi Google Earth Engine," imbuhnya seperti dikutipBBC, Kamis (14/11).

Menurut peta itu, Indonesia punya kenaikan laju deforestasi terbesar di dunia. Jumlah hutan yang hilang antara 2011-2012 hampir 20.000 kilometer persegi. Wilayah Indonesia yang hutannya banyak hilang adalah Sumatra dan Kalimantan. Hilangnya hutan di Jawa antara 2000-2012 memang tak tampak, tetapi itu karena memang hutan di Jawa sudah banyak berkurang pada periode jauh sebelumnya.

Di sisi lain, tampak bahwa hilangnya hutan mulai tampak di wilayah Sulawesi bagian barat. Daerah Papua memang masih hijau, tetapi ada titik-titik merah yang menunjukkan sudah dimulainya aktivitas membabat hutan.

Selain Indonesia, negara yang tingkat berkurang lahan hutannya tinggi adalah Malaysia, Paraguay, dan Kamboja.

Sementara itu, secara global, Brasil adalah negara yang paling menunjukkan perbaikan. Secara global, hilangnya hutan hujan tropis meningkat sekitar 2.100 kilometer persegi per tahunnya.

Peta ini berguna untuk membangun kesadaran publik akan banyaknya perusakan hutan dan konsekuensinya. Peta juga berguna bagi para pegiat konservasi untuk terus memonitor hutan.

(Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com)